Pada
zaman dahulu kala, tersebutlah kisah sepasang selop yang terbuat dari kulit kerbau
yang dikenakan oleh seorang pangeran. Jika tidak dipakai, mereka diletakkan di
rak dapur istana. Di sana, segerombolan tikus memelototi mereka berjam-jam
seolah-olah ingin memangsa kedua selop itu.
Sepasang
selop itu bukan selop biasa, karena mereka bisa berbicara. Mereka berbincang-bincang
persis seperti suami istri. Suatu hari, selop suami berkata pada istrinya, “Istriku,
jika tikus-tikus itu memelototi kita seperti ini terus, nantinya kita akan
disantap oleh mereka. Bagaimana menurutmu?
Mungkihkah
kita berubah menjadi tikus?”
Selop
istri hanya menjawab ringan. “Apa pun keinginanmu, Suamiku.”
Selop
suami berdo'a pada Tuhan untuk mengubah mereka menjadi tikus. Do'a mereka
terkabul dan keduanya berubah wujud menjadi tikus.
Sebagai
tikus sekalipun, mereka merasa bahwa gerak-gerik mereka yang paling kecil sekalipun
menarik perhatian para kucing. Keduanya merasa tidak aman dan akhirnya mereka
ingin menjadi kucing.
Permintaan
mereka kali ini pun dikabulkan. Tetapi sebagai kucing, mereka kesulitan untuk
menginjakkan kaki keluar dari istana karena mereka selalu menjadi incaran
anjing.
Oleh
karena itu, mereka mengajukan permohonan supaya mereka menjadi anjing. Dan
sebagaimana keinginan sebelumnya, keinginan mereka dikabulkan.
Ketika
anjing jadi-jadian itu mendekati gadis-gadis yang sedang menumbuk padi, mereka
dipukul dengan alu dan keduanya diusir. Mereka berpikir bahwa menjadi manusia
pastilah sangat menguntungkan dan
menyenangkan.
Kali ini pun keinginan mereka dipenuhi.
Setelah
menjadi manusia, keduanya dipanggil oleh kepala desa untuk melakukan berbagai
tugas berat. Kekecewaan mereka semakin menjadi. Dalam waktu singkat, mereka
telah menjadi punggawa raja. Keduanya bertugas menyampaikan titah Raja siang
dan malam. Bahkan mereka sengaja
dibangunkan
dari tidur lelap mereka untuk menunaikan tugas dari sang Raja.
Tentunya
kedua punggawa itu berpikir betapa menyenangkan jika menjadi Pangeran dan
Putri, karena tak ada yang berani memerintah mereka. Dan jadilah mereka
Pangeran dan Putri. Tetapi ternyata mereka hidup dalam kecemasan, karena
Pangeran dari kerajaan seberang menyerang kerajaan mereka.
Dan
mereka terus-menerus dikecam oleh musuh.
“Aku
sangat cemas bagaimana jika kita kalah. Jika itu terjadi, kita akan dikurung dalam
penjara dan harus mencari rumput untuk makanan kuda. Apa yang mesti kita lakukan?
Jika aku bisa menjadi Tuhan, kita
tidak
akan punya musuh dan akan menjadi Maha Penguasa.”
Si
istri menjawab sebagaimana biasanya, “Apa pun keinginanmu, Suamiku.” Tetapi
itulah tampaknya batas akhir permintaan mereka. Dalam sekejap, setelah si suami
mengucapkan keinginannya untuk
menjadi
Tuhan, suami dan istri itu kembali menjadi selop seperti sediakala, berada di
rak dapur tempat cerita mereka bermula.
(Sumber: 21 Cerita Moral dari Negeri Dongeng, 2005)
Pesan baik dalam cerita doa sepasang selop
ReplyDelete