cerita-Air Susu Dibalas Air Tuba

Pada suatu hari ada seseorang pergi ke
hutan. Ketika sedang berjalan, dia mendengar
suara keluhan binatang. Setelah mencari-cari,
dia melihat seekor srigala di atas pohon, tidak
begitu tinggi. Kaki srigala itu terjepit pada
suatu dahan yang retak. Badannya tergantung
dengan tiga kaki lain melayang-layang di
udara.
“Hai manusia! Tolonglah aku!” seru Srigala
ketika melihat manusia lewat di dekatnya.
...
Manusia itu berdiam diri lagi sebentar,
lalu, “Bagaimana aku bisa percaya kepadamu?
Aku mau saja melepaskanmu, tetapi siapa
tahu begitu kau bebas akan menerkamku?”
“Ah, manusia! Aku tidak akan bisa
bergerak lagi. Kepalaku pusing karena terbalik
begini sejak lama. Sebegitu kau melepaskanku,
cepat-cepatlah pergi! Dengan begitu kau
yang tidak memercayai rasa terima kasihku
akan merasa aman terhindar dari terkamanku.”
Demikianlah yang terjadi. Manusia berjinjit
naik ke batang paling rendah, mencapai
batang yang menjepit kaki srigala. Binatang
itu sangatlah berat dalam gendongan manusia.
Lalu diletakkan di tanah. Belum sampai si
manusia bangkit dan menjauh, srigala telah
mencengkeram lengannya, “Karena terlalu
lama tergantung di atas, aku sangat lapar. Aku
akan memakanmu, hai, Manusia!”
***
Si srigala mulai hendak menancapkan
taring ke leher korbannya, tetapi si manusia
segera berkata, “Tunggulah barang sebentar,
hai, Srigala. Aku tidak bisa melarikan diri lagi
karena ada dalam cengkeramanmu. Tetapi
aku ingin sekali mendengar pendapat anjingku.
Menurut dia, apakah aku telah bertindak
benar menyelamatkan kau. Ataukah kamu
yang benar karena hendak memakan diriku.”
Air liur bertetesan karena keinginannya
hendak makan, tetapi dia setuju pikiran yang
diusulkan manusia. Orang itu memanggil
anjingnya. Katanya, “Hai, Anjing yang setia,
inilah Srigala yang telah kulepaskan dari bahaya
maut. Sebagai ucapan terima kasihnya,
dia akan mengambil diriku untuk santapannya.
Menurutmu, benarkah itu?”
“Ah, Manusia. Aku tidak tahu mana
yang benar, mana yang salah. Aku telah
melayanimu bertahun-tahun. Dan tadi kau
berkata sendiri bahwa aku adalah anjing yang
setia. Tetapi tadi pagi, aku juga mendengar
kau mengatakan kepada istrimu bahwa aku
sudah menjadi tua, bahwa kau sedang mencari
anjing lain buat menggantiku. Ah, Manusia,
padahal aku telah menjaga ternakmu seumur
hidup. Aku telah melayani keluargamu dari
kakek sampai anak-anakmu. Benar-benarlah
aku tidak tahu apa yang harus kukatakan dalam
perkara si Srigala ini.”
Mendengar itu, srigala semakin menanamkan
taring ke daging manusia yang telah
menolongnya. “Tunggulah, hai, Srigala! Kita
belum mendengar apa yang dipikirkan
kudaku!”
“Cepatlah sedikit! Aku semakin merasa
lapar!”
“Hai, Kudaku! Apakah benar kelakuan
Srigala jika dia memakanku?”
“Ah, Manusia! Sudah lama aku bekerja
untukmu. Sekarang aku merasa capek dan
lemah. Ternakmu di padang telah lama tidak
terganggu oleh srigala. Sekarang kau kaya,
memiliki uang cukup. Tadi, pagi kau berunding
dengan istrimu akan membeli kuda yang
baru yang lebih kuat? Betul seperti kata
Anjing, aku tidak bisa mengatakan apakah
kau atau si Srigala yang berkelakuan baik.”
Baru saja kuda memberikan kata hatinya,
lewatlah seekor rubah. “Sebentar lagi
hai, Srigala,” kata manusia kepada srigala
yang sudah tidak sabar lagi hendak mencekik
leher manusia. “Inilah rubah yang baru
datang. Aku ingin mendengarkan apakah
pikirannya sama dengan anjing dan kudaku.”
Dan manusia pun bertanya kepada si
rubah. Dia menceritakan apa yang telah
terjadi. Rubah menengadah, mencari pohon
mana dan cabang mana yang telah mencelakakan
srigala.
“Itulah dia, pohon di sana itu!” sahut
Srigala.
“Di cabang yang paling rendah katamu?
Masa, begitu tinggi kau bisa naik?”
“Ya, aku naik ke atasnya!” seru Srigala.
“Bagaimana mungkin?” tambah Rubah
lagi. “Apalagi kata kalian, si Srigala sampai
terjepit kakinya! Ah, aku tidak bisa membayangkannya!”
“Tapi itu benar-benar telah terjadi!” kata
Srigala semakin panas hatinya.
“Kalau tidak melihat sendiri, aku tidak
bisa memercayai hal itu bisa terjadi.”
Srigala melepaskan manusia, tegak
berdiri, bulu-bulunya mengembang. Dengan
geram dia berkata, “Apakah itu berarti bahwa
kau menganggapku sebagai pendusta?”
“Jangan salah paham! Cobalah kau
tempatkan dirimu di pihakku. Tentulah kau
tidak akan semudah itu memercayai cerita
yang aneh. Masa, Srigala dapat naik ke cabang
itu! Meskipun kelihatan rendah, tetapi
memerlukan kesigapan buat mencapainya.”
Tanpa menunggu kalimat atau kata-kata
lain, srigala telah melompat, naik ke dahan
yang menjadi pembicaraan. “Begini!” serunya.
“Sekarang apakah kau percaya?” si Rubah
tampak terperanjat.
“Aaaaah, hebat! Lalu bagaimana kakimu
terjepit?” Srigala menempatkan satu
kakinya ke dalam retakan kayu. “Begini,”
katanya lagi. Dan tiba-tiba dia tergelincir,
tubuhnya kehilangan keseimbangan. Sekali
lagi dia tergantung, kepala di bawah, satu
kaki di antara jepitan cabang.
“Nah, sekarang aku percaya bagaimana
kau bisa naik dan terjepit di atas pohon!”
kata si Rubah. Srigala menjerit dan berteriak.
Tak seorang pun memerhatikannya. Manusia
menoleh kepada Rubah, katanya “Aku berterima
kasih kepadamu, hai, Rubah. Apakah
yang dapat kuberikan kepadamu sebagai ganti
pertolonganmu?”
“Oooh, kalau memang kau hendak
menyenangkan hatiku, bawakanlah aku satu
karung penuh dengan ayam yang gemuk.”
Keesokan harinya, manusia datang ke
tempat perjanjian. Dia meletakkan karung
yang dijinjing di punggung. “Inilah yang
kauminta,” katanya.
“Hanya ada suara seekor ayam!” sahut
Rubah. “Ya, yang lain kupukuli supaya tidur.
Habis, suaranya ribut sekali.” Rubah mendekatkan
moncong ke lubang karung.
“Hmmmmm, bau ayam! Sedap sekali!”
“Akan lebih keras lagi baunya di sebelah
dalam!” kata manusia sambil membuka
karung lebih lebar. Dan si Rubah memasukkan
setengah moncongnya ke lubang. Lebih
ke dalam lagi!
Si Rubah bergerak, badannya turut
menyelonong ke dalam karung. Seketika itu
terdengar suara perangkap yang tertutup.
Mulutnya terjebak, tidak bisa berkata-kata
lagi. Hanya badannya menggeliat, kakinya
mencakar. Tetapi manusia segera menutup
karung rapat-rapat. Dia menuju pulang.
Hatinya puas. Dia akan bisa membawa daging
dan bulu rubah yang berharga.
(Sumber: Dongeng dari Prancis dalam Kumpulan Dongeng dari Mancanegara, 2003, dengan pengubahan)

Comments