cerita-bangau tua yang licik

Dahulu ada seekor bangau tua yang
susah. Susah karena ia tak dapat menangkap
ikan secepat dulu lagi. Usia telah menggerogoti
kekuatan dan kegesitannya. Padahal,
telaga tempat ia tinggal banyak sekali ikannya
yang berwarna-warni. Si bangau tua telah
menjadi loyo dan lemah, tak lagi mampu
menangkap ikan.
“Aku harus menggunakan siasat,” pikir
bangau tua itu.
Lalu ia pasang aksi di tepi telaga. Berdiri
tepekur dengan wajah murung dan sedih.
Ikan-ikan dan kodok yang berenang di
dekatnya sengaja tidak ia hiraukan. Padahal,
biasanya ia selalu mematuk atau memangsa
ikan-ikan itu.
Seekor kodok bertanya, “Pak Bangau,
mengapa Anda kelihatan sedih sekali? Tidak
mencoba menangkapku?”
“Tidak,” kata bangau dengan sedih.
“Aku sudah tua, sudah cukup puas karena
banyak sekali ikan, kodok, dan kepiting yang
kumakan dari telaga ini.”
“Lho? Terus kenapa kok kelihatan
sedih?” sahut si Kodok.
“Semua akan berakhir …,” kata Bangau
Tua.
“Ada apa kiranya?” Kodok penasaran.
Kembali si Bangau berkata dengan
sedih, “Kemarin aku telah mendengar rencana
penduduk setempat. Mereka akan mengosongkan
telaga ini dan akan menimbuni dengan
tanah untuk menanam buah dan sayuran.”

“Wah, gawat sekali …,” seru Kodok.
“Ya, semua ikan, kodok, dan kepiting
akan mati tertimbun tanah, lalu aku juga akan
mati karena tidak dapat mencari makanan
lagi,” ujar Bangau sedih sekali malah diiringi
tetes air mata.
Kodok yang lincah berenang itu segera
memberitahukan kepada penghuni telaga
lainnya. Semua ikan, kodok, kepiting, dan
hewan-hewan kecil lainnya ketakutan
mendengar berita buruk itu.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya
mereka kepada sesamanya.
“Mari kita menemui Pak Bangau. Ia
lebih tua dan berpengalaman, mungkin ia bisa
membantu untuk menyelamatkan kita.”
Sambil menangis tersedu-sedu, semua
penghuni telaga menghadap bangau tua. Mereka
memohon, “Selamatkanlah kami. Kami
tak mau mati. Hanya Anda yang dapat memikirkan
rencana untuk menyelamatkan kami.”
Si burung pura-pura berpikir dengan keras
dan berkata, “Aku akan mencoba kemampuan
terbaikku untuk menyelamatkan nyawa
kalian semua. Aku tahu telaga lain, cuma
agak sedikit jauh dari sini. Bila kalian percaya
padaku, aku akan membawamu semua ke
sana.”
Semua ikan, kodok, dan kepiting mulai
bertengkar. Masing-masing ingin paling dulu
dibawa sang bangau.
“Sebentar, sebentar semuanya,” kata si
Bangau dengan tegas. “Kita harus sabar. Aku
sudah tua dan lemah serta mudah lelah. Aku
akan membawamu seekor-seekor pada satu
waktu. Aku akan membawa ikan-ikan terlebih
dahulu.”
“Sekarang saatnya menjalankan rencana
itu,” pikir sang Bangau. Ia cepat-cepat mematuk
seekor ikan di paruhnya yang tajam itu
lalu terbang.
“Sudah sampaikah kita ke telaga, Tuan
Bangau?” tanya si ikan dengan sangat ketakutan
setelah beberapa lama.
“Ehem, ehem,” jawab si Bangau dengan
paruhnya mengatup lebih erat pada si ikan.
Ia hinggap pada tebing karang dan dengan
cepat melahap mangsanya.
Hari-hari berlalu penuh kegembiraan
bagi sang bangau. Manakala ia merasa lapar,
ia akan mengambil seekor ikan dan berpurapura
mengangkutnya ke telaga yang baru,
menjadikannya santapan lezat.
Suatu hari seekor kepiting merangkak
bersungut-sungut, “Pak Bangau itu tidak adil.
Engkau tampaknya hanya membantu para
ikan saja. Setiap hari kamu membawanya
meninggalkan telaga ini, lalu kapan giliranku?”
Si Bangau tersenyum licik pada dirinya.
“Heheh …, kesempatan baik mendapat seekor
kepiting untuk makan siang hari ini,” pikirnya.
“Baiklah kepiting,” kata si Bangau,
“Hari ini giliranmu.” Sang Bangau membawa
si Kepiting dalam paruhnya dan segera
terbang. Mereka terbang agak jauh, tetapi si
Kepiting tak dapat melihat tanda-tanda adanya
telaga yang dijanjikan. Ketika sang Bangau
mulai menukik menuju tebing karang di
bawah, sedikit timbul kecurigaan si Kepiting.
Ketika mereka semakin dekat pada tebing
padas itu, sang Kepiting terkejut menyaksikan
tulang-tulang ikan berserakan. Akhirnya ia
menyadari, apa sebenarnya yang telah
dilakukan oleh si Bangau tua.
“Ternyata ia menipu kami,” pikir si
Kepiting. “Awas ya, akan kubalas kau.”
Ketika Bangau mulai terbang merendah.
Tiba-tiba si Kepiting mencengkeram leher
Bangau yang panjang dan ramping itu dengan
cupitnya yang kuat dan menjepitnya kuat-kuat.
“Aduh,” sang Bangau memekik, “Lepaskan
aku!”
Tetapi si Kepiting justru menguatkan
dan mengeraskan jepitannya. Sang Bangau
berusaha sekuat tenaga melepaskan cengkeraman
kepiting itu, tetapi tak berhasil.
“Mampuslah kau, Bangau!” teriak si Kepiting
dengan mengerahkan seluruh tenaganya
hingga leher si Bangau putus, kepalanya
menggelinding ke tanah.
Si Kepiting yang pemberani itu menyeret
kepala Bangau yang putus ke dalam telaga.
Semua penghuni telaga bertanya heran, “Lho?
kalian kok kembali lagi?”
“Ya,” jawab si Kepiting dengan marah,
“Pak Bangau rupanya adalah penipu besar.
Ia secara licik telah membuat jebakan untuk
membunuh semua ikan, kodok, dan kepiting
dari telaga ini. Ia telah berbohong tentang
membawa kita dengan selamat. Ia hanya
membawa kita satu per satu pada tebing
karang yang tandus dan melahap kita. Namun,
bagaimanapun juga, aku telah mengakhiri
rencana jahatnya itu dengan cara memutus
lehernya.”
Seluruh penghuni telaga itu bersorak
gembira. Mereka mengeluk-elukkan si Kepiting
sebagai pahlawan yang telah menyelamatkan
jiwa mereka.
(Sumber: Dongeng dari Denmark dalam Kumpulan
Dongeng dari Mancanegara, 2003)

Comments