Cerita Pengalaman-Memompa Gajah Masuk Angin

Selama bergaul dengan satwa raksasa
ini, saya mendapat banyak pengalaman unik
dan menarik. Saya bekerja di Pusat Latihan
Gajah (PLG) di Aceh sebagai tenaga pelatih
gajah dan administrasi kamp selama dua
tahun.
Pagi hari saya biasanya langsung menuju
ke tempat gajah-gajah diikat. Saya membersihkan
tempat ikatan dari kotorannya yang
sebesar bola boling. Setelah bersih, mereka
diberi air minum kolam atau langsung
digiring ke sungai sekaligus dimandikan.
Gajah sangat suka air. Mau tidak mau, kami
harus berbasah-basah ria tersembur air dari
belalai gajah yang sedang bermain air.
Saya bahkan biasa membaca buku di
atas punggung gajah yang sedang berjalan.
Biasanya, saya membawa jaring dan buku
identifikasi kupu-kupu. Jadi, sambil menggembala
gajah, hobi saya pun tersalur. Hobi
saya adalah menjala kupu-kupu dalam
perjalanan pulang. Usai tugas rutin pagi hari,
saya akan disibukkan dengan tugas di depan
komputer sampai sore hari. Praktis setelah
itu saya tidak bertemu gajah lagi.
Saat Masuk Angin
Di balik tubuhnya yang raksasa, gajah
menyimpan kelemahan. Salah satu penyakit
yang tidak dapat ditanganinya adalah "masuk
angin". Apalagi, bagi gajah, penyakit itu
dapat mematikan.
Apabila sudah terlanjur masuk angin,
gajah harus cepat diobati. Cara standar yang
dilakukan sederhana, yaitu mengeluarkan
anginnya. Bagaimana caranya? Gajah tidak
mungkin dikeroki seperti kita, karena gajah
memiliki kulit yang sangat tebal. Lagi pula,
mana ada koin raksasa untuk menggaruk
kulitnya.
Angin yang terperangkap dalam perutnya
harus dikeluarkan dengan bantuan pawang
atau pelatih gajah. Caranya, dengan memasukkan
tangan ke dalam "kutub utara" gajah
yang sakit, lalu digerakkan keluar masuk
seperti orang memompa sampai gajahnya
kentut. Apabila angin sudah keluar, gajah dianggap
sehat.
Penyakit lain yang tidak kalah gawat
yaitu dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh.
Kondisi ini lazim diderita anak-anak gajah.
Apabila sudah demikian gawatnya, hanya ada
satu cara yang dapat ditempuh, yaitu diinfus.
Lagi-lagi, kulit gajah yang tebal menyulitkan
dokter hewan menemukan pembuluh
darahnya. Denyut nadinya pun nyaris tidak
terdeteksi. Karena sulit meraba pembuluh
darahnya, dokter biasanya secara untunguntungan
menancapkan jarum infus. Dokter
menyuntikkan jarum infus di sekitar daerah
yang diperkirakan ada pembuluh darahnya.
Usaha itu belum tentu berhasil. Terbukti,
selama saya berada di PLG, tidak satu pun
anak gajah terselamatkan.
Pernah, semalaman saya bersama dokter
hewan harus menunggu seekor anak gajah
yang sedang diinfus. Gajah itu mengalami
dehidrasi. Setiap kali kulitnya membengkak,
jarum infus cepat-cepat dicabut untuk
dipindahkan ke bagian tubuh lain. Puluhan
kali jarum infus harus digeser-geser. Apabila
kulit gajah mulai membengkak, berarti sudah
terlalu banyak cairan infus yang menumpuk
di bawah kulitnya. Itu dikarenakan cairan
infus tidak mau mengalir ke peredaran
darahnya. Apa daya, gajah muda itu pun tidak
tertolong jiwanya.
(Sumber: Intisari, Maret 2003, dengan pengubahan seperlunya

Comments